Apa Definisi Cantik?

Laras
6 min readDec 17, 2020

--

Tentu saja tidak merujuk pada definisi kamus yang justru hampir mirip dengan hanya menyampaikan sinonim dari kata cantik itu. Ketika mencoba untuk melihatnya di KBBI, yang saya temukan hanya kalimat yang menyatakan bahwa cantik adalah elok, indah (dari wajah perempuan), atau suatu objek yang dianggap indah.

Tidak dapat dipungkiri, memang sulit untuk mendefinisikan kata sifat tersebut. Selain karena definisinya yang relatif tergantung pada preferensi masing-masing, konstruksi sosial yang berlaku juga berbeda-beda tergantung zaman dan lokasi geografis. Contohnya, seperti yang ditunjukkan pada definisi kedua dalam kamus, bahwa dalam bahasa daerah Minangkabau, cantik memiliki makna yang cenderung negatif dalam memandang perempuan, padahal dalam bahasa Indonesia umumnya, makna cantik cenderung positif. Kondisi itu sudah menunjukkan bahwa ada perbedaan cara pandang berdasarkan etnis tertentu. Tentunya, berdasarkan sudut pandang lainnya, akan ada berjuta cara untuk mendefinisikan satu kata cantik.

Namun demikian, kecantikan yang dikonstruksi sosial ini lumayan berbahaya bagi kehidupan perempuan di mana pun mereka berada. Saya katakan berbahaya, karena konstruksi sosial berusaha membentuk sesuatu yang sebenarnya relatif, menjadi sesuatu yang normatif, definitif. Perempuan dituntut memenuhi standar-standar tertentu kalau mau dikatakan cantik atau bahkan diterima di sebuah kelompok sosial tertentu. Berbagai jenis kompetisi kecantikan pun digelar untuk mencari yang paling sempurna di antara para perempuan. Untuk bisa dibilang cantik, perempuan harus memenuhi ukuran tinggi badan tertentu, bahkan hingga lingkar pinggang, lingkar dada, bentuk wajah, warna kulit, serta berbagai macam tuntutan lainnya. Di titik itu saja kecantikan sudah tidak lagi relatif.

Pada kenyataannya, kecantikan yang harus didikte itu selalu dirapalkan bagai mantra sihir di setiap media sosial, iklan, dan berbagai media informasi lainnya, yang akhirnya membentuk satu kesadaran kolektif tentang definisi perempuan cantik. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa manusia gemar melihat hal-hal yang hanya indah dipandang mata. Tidak salah. Namun, di satu titik saya kerap terdiam dan berpikir, di bawah kulit yang tidak seberapa tebal ini, manusia adalah manusia dengan bentuk dan fungsi organ yang sama. Sel darah yang berwarna merah, paru-paru untuk bernapas, hati untuk menyaring racun, dan sebagainya. Semua sama. Ketika tua nanti, bentuk luar akan berubah, ketika meninggal nanti, raga ini hanya akan menjadi satu dengan tanah, lalu hilang, lenyap. Sungguh pemikiran yang klise dan kerap didengar di kotbah-kotbah pendeta di gereja atau juga ulama waktu salat Jumat. Setuju. Tetap saya utarakan karena memang relevan, juga karena pemikiran macam itu kerap muncul bagi saya yang harus menjaga tubuh tetap sehat dengan mempelajari anatomi tubuh.

Bicara soal organ dalam, perempuan memiliki organ yang tidak dimiliki laki-laki. Sebagai perempuan, saya pun mengganggap tugas perempuan di dunia ini sudah cukup berat dengan harus memiliki fisik yang sudah dideterminasikan untuk melahirkan anak. Fisik ini membuat perempuan harus berdamai dengan tamu bulanan yang menyakitkan tiap bulan, lebih berisiko dilecehkan secara seksual kapan saja, lebih berisiko terpapar penyakit, memiliki fisik yang cenderung lebih lemah, serta sederet kekurangan fisik lainnya dibandingkan laki-laki. Di tengah-tengah kesulitan itu pun, perempuan masih harus memikirkan beragam cara untuk tampil memikat. Mulai dari berdandan, menggambar alis, mencukur berbagai jenis rambut di bagian tubuh tertentu, hingga merogoh puluhan juta untuk melakukan operasi plastik hanya untuk terlihat menarik. Beberapa melakukannya karena tuntutan sosial, mesikpun ada juga yang melakukannya demi kepuasan diri sendiri. Jika ditarik kembali tentang makna kepuasan itu, saya rasa jawabannya tetap kembali pada persoalan konstruksi sosial dan berbagai macam standar kecantikannya itu.

Saya setuju tentang bagaimana penampilan harus dijaga agar tetap rapi di tengah-tengah masyarakat, tentang penampilan adalah sesuatu yang dipandang mata pada pertemuan pertama, bukan attitude. Oke. Itu sebabnya kita menata rambut, berpakaian rapi, menyemprotkan sedikit parfum, menempatkan diri sesuai dengan lawan bicara dan suasana yang akan dihadapi. Jelas sekali perbedaan tampil rapi dengan tampil cantik, ketika seseorang harus mati-matian berusaha mengubah fitur yang ada di dalam dirinya untuk terlihat indah dan elok dari luar. Kegiatan ini tidak salah, hak setiap orang untuk melakukan apa saja terhadap tubuhnya. Namun yang mulai menjadi salah dalam pandangan saya adalah bagaimana orang-orang memulai untuk mendewakan kecantikan itu di atas nilai-nilai yang lebih luhur yang dapat dimiliki manusia, yaitu tingkah laku, tutur kata, isi pikiran, serta sederet hal lain yang tidak dapat dilihat mata.

Manusia kerap luput akan hal-hal yang indah, elok, dan menyilaukan mata tanpa menyadari bahwa hal-hal yang paling indah dan bernilai tinggi tidak dapat dilihat mata. Buktinya? Tuhan tidak dapat dilihat mata; kebahagiaan tertinggi dirasakan di dalam hati, tanpa melibatkan mata; ketika merasakan makanan yang luar biasa enak, manusia menutup mata; ketika tertidur dan bermimpi amat indah, manusia sedang menutup mata. Hal-hal yang dapat dilihat mata adalah semu, suatu saat akan berubah, memudar, hingga kemudian menghilang. Sementara hal-hal yang tidak dilihat mata akan memiliki keindahan abadi di dalam pikiran, di dalam hati, di dalam rahasia semesta.

Sebagai perempuan, saya cukup senang dan melihat harapan ketika menemukan kiriman Meira Anastasia dan Tara Basro yang menebarkan semangat positif terhadap segala bentuk jenis badan, juga fitur wajah. Begitu saja pun, saya masih kerap miris ketika melihat bagaimana komentar-komentar jahat yang terlontar tentang fisik seorang perempuan dikeluarkan oleh seorang perempuan juga. Tidak terbayang di mana letak empati, tidak tahu apakah masih punya hati. Entah apa yang menguasai pikirannya hingga dapat menyuarakan komentar yang begitu jahat terhadap perempuan lainnya. Meskipun sebagai perempuan mestinya ia pun merasakan apa yang dirasakan oleh Meira dan Tara, tentang bagaimana masyarakat mengonstruksi standar kecantikan yang demikian tinggi, tentang bagaimana orang-orang berkomentar jika saja berat badan sedang naik, atau jika saja warna kulit mulai terbakar matahari dan menggelap.

Sejatinya apa yang salah dengan itu? Perempuan yang gemuk itu tidak pernah menyakiti siapa pun, perempuan berkulit gelap itu memperoleh penghargaan atas prestasinya, perempuan yang kulitnya tidak sempurna itu berhasil menaikkan ekonomi keluarganya. Bagaimana orang-orang akan membaca kalimat barusan? Fokus pada deskripsi fisik perempuannya? Atau pada hal baik yang sudah dilakukannya?

Jika fokus pada deskripsi fisik perempuannya, saya beritahu alasan di balik kondisi fisik mereka yang demikian. Ia gemuk karena masalah hormonnya dan sedang melakukan terapi rutin ke dokter, setiap bulan ia harus mengeluarkan dana lebih untuk biaya cek laboratorium dan konsultasi dokter demi mempertahankan kualitas hidup yang lebih baik dengan penyakitnya. Ia yang berkulit gelap memang terlahir dengan gen yang demikian, bukan pilihannya sejak lahir, ia pun sudah mendapatkan perlakuan yang sama dari setiap keluarga dan teman-temannya setiap hari, bukan kamu saja, dan ia sedang berusaha bangkit dan mencintai dirinya. Ia yang kulitnya tidak sempurna itu pernah mengalami luka bakar pada saat ia kecil, keluarganya sangat bersyukur karena ia selamat dari musibah tersebut dan keluarganya bertahun-tahun mencoba membantunya membangun kepercayaan diri. Jika tahu latar belakang mereka semua yang seperti itu, masih sudikah untuk berkomentar jahat mengenai fisiknya?

Kita tidak akan mengenal setiap perjuangan perempuan di balik tampilan luarnya, jadi jangan jahat. Tidak semua orang akan menceritakan masalah hidupnya, maka lebih baik menutup mulut daripada menyatakan hal-hal yang jahat. Jika seseorang tidak dapat memenuhi standar kecantikanmu, biarkanlah dia. Banyak orang lain yang selama ini mengapresiasi kecantikannya, jangan jatuhkan dia dengan satu komentar jahat yang dampaknya bisa saja sangat besar bagi keberlangsungan hidupnya. Jangan bersedih ketika tidak diterima di masyarakat karena fisik yang tidak memenuhi standar masyarakat, jika kamu sendiri masih menormalisasi ‘keadilan hanyalah bagi orang-orang yang good-looking’. Adalah kita yang memberikan panggung dan bertepuk tangan atas keberhasilan konstruksi itu. Mari belajar untuk memandang hal itu sebagai sesuatu yang abnormal. Pandanglah manusia sebagaimana ia manusia, hargai perjuangannya, kualitas dirinya, sikap baiknya, tutur katanya, isi pikirannya yang ia dapatkan dari cinta kasih di sekitarnya, didikan orang tuanya yang membanggakannya. Bukan dari fisiknya yang kelak akan lapuk tergerus waktu, penghargaan akan itu tidak akan membawa kita pada hal-hal yang luar biasa.

Cantik adalah hal yang relatif, dan biarkanlah ia selalu demikian. Biarlah definisi cantik senantiasa berjuta-juta, tanpa harus didefinisikan oleh angka-angka, apalagi suatu keindahan maya. Saya berharap dunia ini akan menjadi lebih baik di tengah ketidakpastian alam ini, dengan manusia-manusia yang dapat membuat tinggal di bumi ini menjadi lebih menenangkan. Sejatinya manusia hanyalah debu kecil di tengah luasnya semesta dan tiada berdaya di hadapan Sang Maha Dari Segala Maha.

--

--

Laras

A full-time content writer in the IT industry, French Studies graduate. Writes reflections, thoughts, poems in my free time. Code switches in 4 languages.